SUNGAILIAT – Kreativitas warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Bukit Semut, Sungailiat, Kabupaten Bangka, terus berkembang. Kini, mereka berhasil memproduksi roti dan tempe sebagai bagian dari program pembinaan kemandirian. Produk roti yang dihasilkan bahkan sudah dipasarkan ke sejumlah lapas lain di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel).
Sementara itu, produksi tempe saat ini masih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi internal warga binaan di Lapas Sungailiat. Hal ini dilakukan mengingat kapasitas produksi yang masih terbatas dan belum mampu memenuhi permintaan dari luar.
Kepala Lapas Kelas II B Bukit Semut Sungailiat, Ary Nirwanto, menyampaikan rasa bangga dan apresiasi terhadap semangat wirausaha para warga binaan. Menurutnya, kegiatan ini menjadi langkah nyata dalam mempersiapkan mereka untuk kembali ke masyarakat dengan bekal keterampilan yang bermanfaat.
“Saya selalu memberikan semangat kepada warga binaan di sini untuk terus berkreativitas. Kendati dalam masa tahanan, mereka bisa membuka peluang usaha melalui keterampilan yang mereka pelajari di sini. Harapannya, setelah bebas nanti mereka dapat mandiri dan tidak kembali ke perilaku yang salah,” ujar Ary saat ditemui di Lapas Sungailiat, Senin siang (15/9/2025).
Ary menjelaskan bahwa produk roti buatan warga binaan telah dipasarkan ke beberapa lapas di wilayah Bangka Belitung. Dengan harga yang terjangkau, yakni Rp 3.000 per roti, produk ini cukup diminati dan mulai memiliki pelanggan tetap di antaralapas.
“Untuk sementara, produksi tempe kita masih difokuskan memenuhi kebutuhan konsumsi warga binaan di dalam lapas. Namun, jika kapasitas produksi meningkat, tidak menutup kemungkinan kita akan memasarkan ke luar,” jelas Ary.
Menurut Ary, program ini tidak hanya sekadar memberikan keterampilan teknis, tetapi juga menanamkan nilai kedisiplinan, kerja sama, dan tanggung jawab. Proses produksi dilakukan secara terstruktur, mulai dari perencanaan, pengolahan bahan baku, hingga pengemasan produk.
Program pembinaan keterampilan di Lapas Sungailiat merupakan bagian dari pembinaan kemandirian, yang menjadi salah satu prioritas Kementerian Hukum dan HAM. Melalui program ini, diharapkan para warga binaan mampu memiliki bekal keahlian yang dapat dimanfaatkan setelah mereka bebas.
”Kami tidak ingin mereka hanya sekadar menjalani masa tahanan tanpa hasil. Dengan adanya pembinaan ini, kami berharap mereka bisa keluar dari sini dengan kemampuan baru, sehingga mampu membuka usaha sendiri atau bekerja dengan keterampilan yang sudah mereka miliki,” kata Ary.
Ia menambahkan, kegiatan seperti ini juga memberikan dampak positif bagi suasana di dalam lapas. Warga binaan menjadi lebih produktif, sehingga mengurangi potensi konflik dan meningkatkan rasa percaya diri mereka.
Ary juga mengungkapkan bahwa keberhasilan program ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, termasuk instansi pemerintah daerah, organisasi masyarakat, dan pihak swasta yang ikut memberikan pelatihan maupun bantuan peralatan produksi.
”Kami sangat berterima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan. Ke depan, kami berharap sinergi ini terus berlanjut agar pembinaan yang kami lakukan semakin optimal,” pungkasnya.
Dengan adanya program ini, Lapas Sungailiat berharap dapat mencetak warga binaan yang siap terjun ke dunia usaha setelah bebas nanti. Roti dan tempe menjadi langkah awal, dan ke depan diharapkan akan ada lebih banyak produk kreatif yang lahir dari tangan-tangan terampil para warga binaan.
(N/E)