Bangka Belitung – Dugaan pengiriman pasir timah ilegal kembali mencuat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kali ini, dugaan tersebut menyasar pada 5 unit truk asal Belitung yang menyeberang melalui Pelabuhan Tanjung Ru menggunakan Kapal Fery KMP Kuala Bate 2 dan mendarat di Pelabuhan Sadai, Bangka Selatan. Selasa pagi (29/07/2025).
Berdasarkan dokumen manifes penumpang kapal, kelima truk tersebut tercatat membawa muatan sagu, masing-masing 10 ton, sehingga total mencapai 50 ton sagu. Namun, kecurigaan mulai muncul saat kelima truk diperiksa oleh aparat dari Polres Bangka Selatan setibanya di pelabuhan. Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa muatan tersebut diduga bukan sagu, melainkan pasir timah ilegal.
Hilang Informasi Setelah Diperiksa Polisi
Yang semakin memantik kecurigaan publik adalah tidak jelasnya keberadaan lima truk tersebut hingga saat ini. Setelah diperiksa oleh jajaran Polres Bangka Selatan, kelima truk tersebut dikabarkan sempat dibawa ke Mapolres, namun tidak ada informasi lanjutan mengenai status barang, pengemudi, atau pemilik muatan.
Hal ini memunculkan dugaan bahwa ada upaya penghilangan jejak atau pengamanan pihak tertentu untuk melindungi pengusaha atau jaringan yang diduga berada di balik pengiriman pasir timah ilegal tersebut.
Manipulasi Dokumen: Modus Lama, Aktor Baru?
Berdasarkan penelusuran dan pemberitaan media lokal seperti [BN16 Bangka](https://bn16-bangka.com/pt-msp-diduga-terima-pasir-timah-liar-jejak-pengusaha-elite-dan-dugaan-manipulasi-dokumen-menguat/), praktik manipulasi dokumen muatan dengan mencantumkan “sagu”, “tanah urug”, atau “limbah pabrik” telah lama digunakan untuk menyamarkan aktivitas perdagangan pasir timah liar.
Jejak pengiriman ini sering bermuara pada pengusaha elite atau entitas seperti PT MSP yang disebut menerima pasir timah dari jalur tak resmi. Dugaan ini diperkuat dengan keterangan bahwa dokumen seringkali dimanipulasi untuk meloloskan pemeriksaan petugas pelabuhan dan kepolisian.
Tangkap, Tapi Tak Tuntas?
Sementara itu, [berita dari BERITA5.CO.ID](https://berita5.co.id/ditanya-hasil-tangkapan-5-ton-pasir-timah-illegal-danlanal-babel-akan-diproses/) mengungkap bahwa sebelumnya TNI AL pernah menangkap 5 ton pasir timah ilegal, namun penanganan kasusnya juga tidak transparan. Hal ini membuat masyarakat semakin meragukan komitmen aparat dalam memberantas mafia timah yang diduga memiliki koneksi politik dan ekonomi yang kuat.
Masyarakat Desak Transparansi
Sejumlah aktivis dan warga pemerhati lingkungan di Bangka Selatan mulai angkat suara, menuntut Polres Bangka Selatan untuk memberikan penjelasan resmi terkait hasil pemeriksaan kelima truk tersebut. Mereka mendesak agar kasus ini tidak tenggelam seperti kasus-kasus lain yang kerap “menghilang” begitu saja.
“Kalau benar itu sagu, tunjukkan saja ke publik. Tapi kalau itu pasir timah, aparat harus berani ungkap siapa yang bermain, jangan hanya tangkap supir,” ujar salah satu aktivis LSM yang tidak mau disebutkan namanya.
Potensi Pelanggaran Hukum
Jika benar bahwa muatan sagu tersebut adalah pasir timah ilegal, maka para pelaku dapat dijerat dengan:
UU Minerba No. 3 Tahun 2020, khususnya Pasal 161: Setiap orang yang menampung, mengangkut, atau menjual hasil tambang tanpa izin dapat dipidana penjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
UU Tindak Pidana Korupsi, bila terbukti melibatkan aparat dalam praktik penyelundupan dan pembiaran.
Pemalsuan dokumen angkut, sesuai KUHP Pasal 263 dan 266, dengan ancaman hukuman hingga 6 tahun penjara.
Kasus dugaan 5 truk “sagu” dari Belitung ini kembali mempertegas bahwa skema penyelundupan pasir timah ilegal di Bangka Belitung tak pernah benar-benar lenyap. Jika aparat tak bertindak transparan, maka kepercayaan publik terhadap penegakan hukum akan semakin tergerus.
(TMP)