Example floating
Example floating
Berita

Pemkab Bangka Tengah Pastikan Aturan Lahan Minimal 5.000 m² Tak Hambat Rumah Subsidi

263
×

Pemkab Bangka Tengah Pastikan Aturan Lahan Minimal 5.000 m² Tak Hambat Rumah Subsidi

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

KOBA – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangka Tengah memberikan penjelasan resmi terkait polemik aturan luas lahan minimal 5.000 meter persegi (0,5 hektare) yang diberlakukan dalam pengajuan izin pembangunan perumahan, termasuk untuk rumah subsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Aturan ini sempat menuai kritik dari sejumlah pengembang dan asosiasi perumahan di Bangka Belitung yang menilai kebijakan tersebut berpotensi menghambat pembangunan rumah bersubsidi. Namun, Pemkab Bangka Tengah menegaskan bahwa regulasi ini bukanlah bentuk hambatan, melainkan langkah pengendalian tata ruang dan perencanaan pembangunan yang sesuai dengan ketentuan pemerintah pusat.

Berlandaskan Peraturan Pemerintah yang Berlaku

Dalam pernyataan resminya, Pemkab Bangka Tengah menjelaskan bahwa ketentuan lahan minimal 5.000 m² merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan bagi MBR yang hingga kini masih berlaku.

Dalam Pasal 2 ayat (1) PP tersebut disebutkan bahwa pembangunan perumahan MBR dilakukan untuk luas lahan tidak lebih dari 5 hektare dan paling sedikit 0,5 hektare, serta berada dalam satu lokasi yang diperuntukkan bagi pembangunan rumah tapak.

Ketentuan ini, bertujuan sebagai salah satu instrumen pengendalian dalam perencanaan pembangunan perumahan, khususnya dalam proses pemberian persetujuan site plan atau rencana tapak.

‎“Aturan ini bukan dibuat sembarangan. Kami mengacu pada regulasi pemerintah pusat agar pembangunan perumahan tetap tertib, aman, dan terintegrasi dengan tata ruang daerah,” tegas perwakilan Pemkab Bangka Tengah dalam keterangannya, Sabtu (13/9/2025).

‎Selain PP 64 Tahun 2016, juga mengacu pada PP Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman yang kemudian diperbarui melalui PP Nomor 12 Tahun 2021.

‎PP 14 Tahun 2016 menjadi payung hukum utama yang mengatur penyelenggaraan perumahan secara umum, sementara PP 64 Tahun 2016 menjadi aturan spesifik yang fokus pada pembangunan perumahan MBR.

Tidak hanya itu, juga merujuk pada PP Nomor 16 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, serta PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Aturan-aturan ini mengamanatkan bahwa pembangunan perumahan harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis, termasuk kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta ketentuan tata bangunan dan lingkungan.

“Pemerintah daerah memang memiliki kewenangan untuk menetapkan persyaratan teknis yang sesuai dengan kondisi lokal. Hal ini penting agar pembangunan yang dilakukan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari, seperti kawasan kumuh, banjir, atau infrastruktur yang tidak memadai,” jelasnya.

Alasan Penetapan Batas Minimal Lahan

‎Pemkab Bangka Tengah memaparkan bahwa penetapan batas minimal lahan 5.000 m² didasari pertimbangan teknis dan kualitas lingkungan. Jika pembangunan dilakukan di lahan yang terlalu kecil, dikhawatirkan tidak dapat menyediakan infrastruktur dasar yang memadai bagi warga.

Beberapa alasan diberlakukannya syarat lahan minimal tersebut antara lain:

1. Mencegah perumahan liar atau skala kecil yang tidak memiliki prasarana memadai, seperti jalan lingkungan, drainase, dan sanitasi.

2. Memastikan akses jalan yang layak, sehingga memudahkan mobilitas penghuni dan kendaraan pelayanan publik.

3. Tersedianya drainase dan ruang terbuka hijau sebagai bagian dari tata kelola lingkungan.

‎4. Menghindari munculnya kawasan kumuh baru yang dapat merugikan masyarakat dan pemerintah.

“Kami tidak ingin terjadi kasus perumahan tanpa prasarana dasar yang akhirnya menimbulkan masalah sosial dan lingkungan. Dengan aturan ini, kualitas hunian dan lingkungan dapat lebih terjamin,” ujar pejabat tersebut.

‎Upaya Menjaga Keseimbangan dengan Program Nasional

Pemkab Bangka Tengah menegaskan bahwa kebijakan ini tidak bertujuan menghambat program rumah subsidi dari pemerintah pusat. Justru, aturan ini dirancang agar pembangunan perumahan rakyat bisa berjalan berkelanjutan dan terencana, serta selaras dengan tata ruang wilayah.

Dalam UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, disebutkan bahwa setiap perumahan harus memenuhi standar teknis, kesehatan, dan keselamatan.

Dengan adanya ketentuan luas lahan minimal, Pemkab dapat memastikan bahwa pengembang memiliki kapasitas finansial dan teknis yang memadai, sehingga tidak terjadi proyek mangkrak yang merugikan konsumen maupun pemerintah.

‎“Kami tetap berkomitmen mendukung penuh program pemerintah pusat, termasuk percepatan pembangunan rumah subsidi. Namun dukungan ini harus dilaksanakan dengan prinsip tertib tata ruang, kualitas, dan keberlanjutan,” ujar perwakilan Pemkab.

Terbuka untuk Dialog dan Masukan Pengembang

Menanggapi kritik dari sejumlah pengembang dan asosiasi perumahan, Pemkab Bangka Tengah menekankan bahwa pihaknya terbuka terhadap saran dan masukan. Pemerintah daerah tidak menutup kemungkinan untuk melakukan evaluasi kebijakan jika ditemukan kendala di lapangan.

“Kami memahami ada pengembang kecil yang mungkin merasa keberatan. Karena itu, ke depan kami berharap tidak ada lagi kesalahpahaman. Pemerintah daerah siap menerima kritik dan melakukan dialog agar pembangunan perumahan tetap berjalan lancar,” katanya.

‎Pemkab Bangka Tengah juga mengajak seluruh pihak, termasuk asosiasi pengembang, untuk bersama-sama mencari solusi terbaik yang tidak hanya menguntungkan pengembang tetapi juga memenuhi kepentingan masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan.

‎“Intinya, kami ingin pembangunan yang rapi, terencana, dan berpihak pada masyarakat. Jika semua pihak duduk bersama, pasti akan ditemukan jalan tengah yang terbaik,” tutupnya.

‎(Team)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *