Example floating
Example floating
Berita

Satgas Penertiban Timah Datang, Masyarakat Menjerit: “Kami Hanya Ingin Bekerja”

267
×

Satgas Penertiban Timah Datang, Masyarakat Menjerit: “Kami Hanya Ingin Bekerja”

Sebarkan artikel ini
Example 468x60
Foto: Ilustrasi

BANGKA BELITUNG – Krisis ekonomi yang melanda sejumlah wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, khususnya di Kabupaten Bangka Barat kian terasa berat. Warga di Kecamatan Mentok dan Kecamatan Parittiga kini menghadapi tekanan hidup yang semakin sulit, terutama setelah muncul kabar kedatangan Satuan Tugas (Satgas) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) untuk melakukan penertiban aktivitas pertambangan timah ilegal.

‎Dampak dari situasi ini mulai terlihat jelas dalam aktivitas sehari-hari masyarakat. Pasar yang biasanya ramai kini sepi pengunjung, warung kopi (warkop) pun kehilangan pembeli, dan yang lebih memprihatinkan, sebagian anak-anak terpaksa mogok sekolah karena orang tua mereka kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.

‎Bagi sebagian besar masyarakat Bangka Belitung, khususnya di Mentok dan sekitarnya, penambangan timah rakyat menjadi satu-satunya sumber penghasilan. Ketika aktivitas tambang berhenti akibat penertiban, roda perekonomian lokal ikut terhenti.

‎75 Persen Warga Gantungkan Hidup pada Timah

‎Titul (40), seorang warga Kecamatan Mentok, dengan suara bergetar mengungkapkan harapannya agar pemerintah daerah memperhatikan nasib mereka. Ia mewakili keresahan warga yang kini berada di ambang keputusasaan.

‎“Kami tidak minta banyak. Tolong buka tambang rakyat, itu saja yang kami harapkan. Anak kami mau makan, mau sekolah. Kami tidak tahu lagi harus berbuat apa,” ujar Titul saat ditemui di kediamannya, Sabtu (13/9/2025).

‎Menurut Titul, hampir 75 persen masyarakat Babel, khususnya di wilayah pesisir, menggantungkan hidup dari sektor pertambangan timah. Jika aktivitas tambang terus ditutup tanpa adanya solusi yang jelas, maka kemiskinan akan semakin meluas dan masalah sosial lainnya akan bermunculan.

‎“Kami sempat membaca berita di media bahwa masyarakat boleh bekerja di Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah. Oke, kami setuju. Tapi selain itu, tolong berikan juga kami kesempatan untuk sementara bekerja di tempat lain. Jangan semuanya ditutup begitu saja, karena kami benar-benar tidak punya pilihan lain,” jelasnya.

Rencana Aktivitas di Tembelok dan Keranggan

‎Lebih lanjut, Titul menjelaskan bahwa sebagian warga telah berencana melakukan aktivitas penambangan di beberapa lokasi seperti Tembelok dan Keranggan. Aktivitas ini, kata dia, murni inisiatif masyarakat tanpa ada campur tangan pihak tertentu atau pihak yang disebut sebagai “bos tambang”.

‎“Ini bukan perintah siapa-siapa, ini murni kemauan kami sendiri demi menyelamatkan keluarga. Kalau ada yang tanya siapa yang menyuruh kami bekerja, kami siap datang dan menjelaskan. Ini bukan untuk kepentingan orang lain, ini untuk kami sendiri,” tegasnya.

‎Titul juga memastikan bahwa hasil timah yang didapat dari aktivitas penambangan tersebut akan dijual secara bebas, tanpa keterikatan dengan pihak tertentu.

‎“Kalau nanti ada hasil, kami akan jual sendiri, tidak ada bos mana pun yang mengatur. Kami hanya ingin bekerja secara mandiri,” tambahnya.

‎Perempuan Turun Langsung Menjaga Aktivitas Tambang

‎Yang menarik, Titul menyebut bahwa para ibu rumah tangga juga siap turun langsung untuk menjaga lokasi penambangan jika nantinya aktivitas kembali berjalan. Hal ini sebagai bentuk dukungan dan perlindungan agar aktivitas ekonomi warga tidak kembali terhenti.

‎“Kami para ibu-ibu akan ikut menjaga. Kami sudah capek melihat anak-anak kami tidak bisa makan dengan layak, bahkan harus berhenti sekolah. Kami akan lakukan apa pun demi masa depan mereka,” ungkap Titul dengan mata berkaca-kaca.

‎Dampak Ekonomi yang Meluas

‎Menurut pengakuan warga, aktivitas penambangan timah tidak hanya memberikan penghasilan langsung bagi para penambang, tetapi juga memiliki efek domino yang luas terhadap perekonomian setempat.

‎“Kalau tambang jalan, warung kopi ramai lagi, pasar hidup lagi, pedagang kecil bisa jualan. Jadi yang merasakan manfaat bukan hanya penambang, tapi juga masyarakat lainnya,” jelas Titul.

Sementara itu, di wilayah Mentok dan sekitarnya, beberapa usaha kecil menengah (UKM) sudah mulai gulung tikar karena sepinya pembeli.

‎“Sekarang semuanya lesu. Bahkan, orang-orang sudah mulai menjual barang-barang rumah tangga mereka untuk bertahan hidup,” ujar seorang pedagang di Pasar Mentok yang enggan disebutkan namanya.

Tuntutan Warga kepada Pemerintah

Warga berharap agar pemerintah daerah dan pemerintah pusat segera memberikan solusi yang adil. Mereka tidak menolak aturan hukum, namun mendesak agar tambang rakyat dilegalkan dengan mekanisme yang jelas dan berpihak pada masyarakat kecil.

‎“Kami tidak minta yang muluk-muluk. Kalau memang harus diatur, atur dengan baik. Tapi jangan langsung ditutup tanpa ada solusi. Kami hanya ingin bekerja, tidak ingin kriminal,” pungkas Titul.

‎Kondisi ini menandakan bahwa persoalan pertambangan timah di Babel bukan hanya soal hukum, tetapi juga berkaitan erat dengan kehidupan dan keberlangsungan ekonomi ribuan keluarga. Pemerintah kini ditantang untuk menemukan jalan tengah yang tidak hanya menegakkan aturan, tetapi juga memastikan rakyat kecil tidak menjadi korban kebijakan yang tidak berpihak.

‎(Team)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *